Fitra Yadi

Nama Saya Fitra Yadi Malin Parmato, biasa dipanggil Malin. Sekarang mengajar di Pondok Pesantren Ma'arif As-Saadiyah Batu Nan Limo Koto Tangah Simalanggang keca...

Selengkapnya
Navigasi Web
BEGINILAH PENDERITAAN KAUM IBU MENGURUS RUMAH TANGGA
Anak-anak di rumahku

BEGINILAH PENDERITAAN KAUM IBU MENGURUS RUMAH TANGGA

Kadang suami tidak mengerti penderitaan istrinya mengurus rumah tangga, ia mengira si istri hanya santai-santai saja tiduran di rumah. "Apalah itu hanya mengurus makan, mandi, mencuci, memasak, itu teramat ringan dibanding pekerjaan sang suami di luar rumah" bisa jadi seperti itulah pandangan seorang laki-laki yang tidak pernah tahu bagaimana beratnya beban istrinya di rumah.

Aku sudah mengalami sendiri bagaimana beratnya tugas seorang ibu rumah tangga, ketika itu; sudah seminggu aku demam, sejak pulang raun dengan ustazd Noviardi ke Lakuak Bunta Canduang pada Ahad, 12 Januari 2020 yang lalu badanku terasa kurang Vit. Pundak dan tengkuk terasa berat, dada terasa sesak. kepala memang tidak sakit namun bila mata dipejamkan terasa nyaman sekali. Mungkin aku butuh istirahat agak sejenak, semalam kurang tidur pula karena terganggu hidung mampet, tambah lagi kelelahan menemani anak-anak main sampai pukul 23.00 Wib. lama mereka mau beranjak tidur disebabkan sorenya Halim dan Halimah tidur sampai magrib.Bukan hanya aku, istri dan anak-anak juga sakit, untungnya Halim dan Halimah cuma flu dan batuk-batuk saja, kalau istriku suhu badannya agak tinggi, ia lemas dan tidur saja.

Ahad ini, 19 Januari 2020 aku tidak punya agenda keluar rumah, hanya ingin mengedit video yang seminggu lalu direkam di Lakuak Bunta Sarasah Tungga penambah content di channel youtube saja.

Sekarang masih pukul 07.00 Wib. pagi dimana aku sedang bercengkrama dengan istri dalam suasana minum pagi, segelas besar teh manis diminum bersama ditambah roti Gabin. Sambil nonton TV, anak-anak juga ikut berebut minum dengan kami.Kemudian Ahmad (2 th) datang dari sebelah, menyusul Sahar (4 th), Hamdan (8 th), Ali (9 th) dan Arifah (7 th) mereka baca salam kemudian duduk menonton bersama. Anak-anak ini adalah famili kita juga, tempat tinggal mereka bersebelahan dengan kita. Pukul 07.25 Wib. Temanku menelpon dari kota Padang mempermasalahkan postingan facebook seseorang, ia menyesalkan ketidak ikut sertaanku dalam aksi turun ke jalan kemaren berunjukrasa di kantor DPRD hari ini (edited) dan ia agak memberatiku untuk bertanggung jawab secara moral atas pembinaan perilaku kagadang-gadangan aktifis para baru, bertambah beban saya jadinya, padahal barusan agak ringan rasa kepala.45 menit sudah ia menelponku, pukul 08.00 Wib. bumi terasa agak berputar, tubuhku sempoyongan, mukaku panas, kepalaku tambah berat karena stress beban pekerjaan di luar sana, pengen tidur tapi aku ingat anak-anak belum mandi sedangkan istriku sehabis minum tadi istirahat tidur lagi, aku tidak mau mengganggunya, istriku lebih parah sakitnya dari aku.Aku gendong Halimah (2 th) membawanya ke kamar mandi, rencananya aku hanya mau memandikan Halimah aja, "Halim biar aja dulu, nanti sehabis istirahat baru ia dimandikan" pikirku. Eh rupanya Halim ikut juga, "abak .. Halim gatal-gatal, mau mandi" katanya. "Iya ndak apa-apa, buka bajunya, ayo mandi..." sambutku.Setelah membuka pakaian Halim lalu aku siram terlebih dahulu Halimah, kemudian Halim. Halim komplain, "abak.. bukan begitu caranya, siram tangan dan kaki dulu baru kepala" katanya, "aku kesal dengannya emosiku naik, kepalaku nanar, sempoyongan lagi, aku berpegangan ke dinding, nafasku sesak karena menahan marah. "Banyak kali ulah anak ini, tidak tahu bapaknya lagi sakit banyak beban fikiran" kataku membatin.Aku tindak mendengarkannya, aku teruskan saja memandikan Halim Halimah secepat mungkin, tidak aku pedulikan keberatan Halim tadi. Ketika siraman terakhir si Ahmad (2 th) masuk pula ke Kamar mandi, ia minta mandi, biasanya aku sering memandikannya, namun pagi ini aku agak keberatan kepalaku rasa mau pecah, mukaku mau meledak."Ahmad.. pulang, minta mandi ke ibu ya..." perintahku, ia langsung keluar pulang ke rumahnya di sebelah. Ketika aku baru siap melap-lap badan Halim dan Halimah di kamar mandi, Ahmad dan Sahar datang, "abak.. aan mandi" katanya, di tangannya ada baju baru yang akan dipakai setelah mandi, Ahmad juga demikian. Aku tidak mempedulikannya karena mengira ibunya akan datang memandikannya di sini, terus aku keluar kamar mandi membuka lemari mengambil pakaian Halim dan Halimah. Sahar meletakkan pakaiannya di dekat saya, lalu ia membuka baju terus lari ke kamar mandi, sedangkan ahmad minta buka baju kepadaku, ia masih 2 tahun tidak bisa membuka baju sendiri. Aku jadi linglung dibuatnya, ibu Ahmad belum juga datang memandikan anaknya.Aku memakaikan celana dalam Halim, ia tidak fokus, matanya terus mengarah ke TV, Halim.. angkat kakinya kataku berulang-ulang namun Halim tidak mendengarnya, lalu aku hardik anak sulungku ini "Halim... pasang ini" kataku sambil menarik tangannya, dengan posisi mereng ia tetap menghadap ke TV dipasangnya celana dari kaki kanannya, aku marah lagi "Halim... menghadap ke sini... " hardikku menarik badannya. Si Ahmad terus menangis minta dibukakan baju "Haaaaaaaaaah..." aku melenguh bak Harimau marah, dadaku makin sempit, emosiku bertambah, aku berusaha tenang mengendalikan diri. Namun si Ahmad tidak berhenti juga merengek.Setelah memasang celana dalam Halim, aku buka dulu pakaian si Ahmad, setelah itu ia berlari ke kamar mandi. Kemudian aku pasang singlet Halim, eh si Sahar datang lagi dari kamar mandi "abak.. aan gosok gigi, tolong ambilkan gosok gigi" pintanya, "Haaaaaaaaaaaaaah..." lenguhku langi marah, ini belum sudah, yang ini datang lagi pekikku membatin.Tidak aku perdulikan si Sahar, terus saja aku pakaikan baju Halim dan Halimah sampai selesai. Kemudian aku berdiri, ah... sempoyongan lagi, menahan amarah bercampur sedih betapa sengsaranya aku hari ini. Ibu si Sahar belum juga datang, jangan-jangan ia memang tidak tahu kalau anaknya tadi mengambil baju di dalam lemari lalu datang lagi ke sini untuk mandi... waduh.. bertambah-tambah bebanku.Sudah pukul 09.00 Wib, rencananya tadi mau tidur, tetapi belum jadi. Dengan tertatih-tatih aku ikuti juga kemauan Sahar, aku ikuti ia ke kamar mandi mengambil gosok gigi. Sesampainya di pintu kamar mandi betapa terkejutnya aku si Ahmad main sabun di dalam air bak mandi. "Ahmad................." hardikku marah, kepalaku pusing, perutku mual rasa mau muntah, kamar mandi itu terasa berputar, aku sempoyongan... mau marah mau nangis mau jatuh.. tertekan sekali aku rasanya pagi itu.Dalam hati aku nangis bermohon kepada Allah untuk diberi kemudahan, aku ambilkan gosok gigi si Sahar kemudian aku hidupkan air kran untuk menghanyutkan sabun yang ada di bak, lalu aku siram badan si Ahmad, terus aku mandikan juga si Sahar. Sahar tidak mau, "abak.. aan sudah bersar, bisa mandi sendiri" katanya. "Haaaaaaaaaah anak ini, membuat bebanku semakin berat aja". Aku muak dengan Sahar, lalu aku mandikan Ahmad sampai sudah kemudian aku keluar meninggalkan Sahar mandi sendiri dan si Ahmad aku biarkan main air.

Aku duduk menenangkan diri, tarik nafas.. Ibu si Sahar belum juga datang, aku baca istighfar... semua ini adalah cobaan, kalau ikhlas menjalaninya dengan sabar ada pahala besar yang akan diberi Allah SWT. Allah.. Allah..Allah..Allah..Allah..Allah.. zikirku dalam hati.

Aku tanya ke Hamdan abangnya si Sahar "Ibu mana Hamdan?" "Ibu pergi belanja" katanya. Aku liat Vespa di sebelah rumah sudah tidak ada, berarti ini memang benar, ibunya Hamdan pergi. "Pantas Ahmad dan Sahar tidak dimandikan ibunya, ibunya aja pergi belanja, pasti ia tidak tahu." fikirku menyimpulkan.

"Abak... Abak..... Ahmad Jatuh..." pekik Sahar memanggilku berdiri di depan pintu, air badannya turun membasahi lantai. "Waduh.. Sahar... awas basah, pakai dulu Handuk" perintahku. Lalu Sahar lari masuk ke dalam mengambil handuk terjemur di samping lemari, air kakinya membuat lantai tambah basah. "Sahar........." aku tersedak marah lagi, aku hampir jatuh, bisa pingsan aku karena ulah anak-anak ini...

Lalu aku ambilkan Handuk, Si Ahmad terdengar menangis keras sekali di Kamar mandi, mau beranjak jalan cepat ke Kamar mandi badan saya rasa tidak sanggup, berat rasanya kepala ini, lelah sekali. Aku mau lap dulu badan si Sahar, eh.. rupanya di telinga dan kepalanya masih ada Sabun. "Waduh Sahar.. sahar.. katanya sudah bisa mandi sendiri kok di kepalanya masi hada sabun, ayo ke kama mandi lagi..." kataku keras..

Di Kamar mandi nampaklah si Ahmad terkangkang di WC, eek berlepotan di badannya, umurnya baru 2 tahun 3 bulan, ia coba pula eek di Toelet Standard Amerika, terpleset dan masuk kakinya sebelah ke lubang WC, aku segera menarik tangannya, mencuci eek dan badannya, aku siram dan aku bersihkan kamar mandi itu, kemudian masih bersungut-sungut aku siram lagi kepala si Sahar, aku gosok sabun yang ada di Kepalanya.

Setelah itu, aku lap badan Sahar dengan Handuk, aku lupa hanya satu Handuk yang aku bawa, lalu aku lap lagi badan si Ahmad kemudian memakaikan handuk itu kepada Ahmad lalu aku gendong dia keluar kamar mandi. Si Sahar komplain lagi, "Abak.. aan mau pakai Handuk....", "sahar.. sinilah, ndak usah pakai Handuk, langsung saja pakai bajunya, badan Sahar kan sudah dilap" kataku. Sahar tidak mau ia tetap saja ngotot mau pakai Handuk "Aan malu, aan kan sudah besar" katanya merepotkan aku...

Aku biarkan saja si Sahar di kamar mandi, aku terus ke dalam membawa si Ahmad. Tidak sanggup lagi rasanya aku memakaikan baju si Ahmad, rasanya ini bukan bebanku, aku rasa teraniaya, sudah sakit, terkondisi lagi seperti ini. Sahar keluar dari kamar mandi mete-mete kepadaku. Aku suruh mereka pulang ke rumahnya, "Sahar.. ini baju, Ahmad.. ini baju" pulang ke rumah surah ayah memakaikan baju" kataku Marah.

Lalu aku ambil selimut merebahkan diri di kasur santai depan TV. Aku tidak mempedulikan lagi apapun, terus aku tidur. Memanglah aku terdidur dengan pulasnya. Keringat banjir membasahi leher, punggungku juga terasa basah.

Pukul 10.30 Wib. aku terbangun, nampak istriku sedang duduk bersama anak-anak, sudah agak mendingan rasa badan, sekarang perasaanku terasa lebih segar daripada pagi tadi, lalu aku ke kamar mandi mencuci muka. "Abang ambil dulu nasi anak-anak ya Nda.." kataku ke Istriku. "Iya Da, dari tadi anak-anak mintak makan, namun Nda tidak bisa mengambilnya ke lantai dua, takut jatuh" katanya lemas. "Nda Abak ambilin nasi sekalian ya.." "Iya Bak" jawabnya. "Nda mau makan pakai apa?" "Kalau ada kuah-kuah bak, sayur atau gulai." "Ok baiklah".

Sejak istriku sakit, mertua perempuankulah yang selalu memasak setiap pagi dan sorenya. Mertuaku tinggal di lantai dua, di situ ada satu dapur dan kami tinggal di dalam warung lantai satu, di sini juga punya satu dapur.Rumahku semakin ramai, anak-anak yang lain sepupunya Halim berkumpul menonton TV, ada 11 orang sekarang sedang berkumpul di sini, yang paling besar adalah kelas 4 SD.

Untuk anak-anak nasi aku masukkan ke dalam nampan lalu makan sama-sama. Sedangkan untuk istriku pakai piring aja, aku makan berdua dengan istri. Sambil makan, Sahar memainkan telpon rumah lalu aku suruh lagi ia menggantungnya. Rupanya ia tidak bisa, gagang telpon itu jatuh lalu tersikutlah botol kue dan terjatuhlah gelas air minum. Meja TV basah sampai ke lantai, dengan tenang aku suruh Sahar melapnya dengan kain.Ahmad dan Halimah bertengkar pula berebut mainan, ia cakar-cakaran sambil makan, tersepaklah sendok hingga nasi berserak-serakan. Aku tersenyum dengan tenang berbuat saja apa yang bisa, yang aku mampu tidak memaksakan keinginan lagi seperti pagi tadi.Setelah anak-anak makan, lalu aku sapu lantai rumah membersihkan nasi yang berserakan. Sampai datang waktu zuhur, aku tidak henti-hentinya bergerak, menyelesaikan urusan anak-anak melayani mereka.

Pas waktu shalat Zuhur masuk, Azan berkumandang, tanpa dikomando anak-anak ini semuanya berwudhuk ke kamar mandi untuk melaksanakan shalat. Hatiku senang, sejuk rasanya, walapun susah, namun banyak Barokahnya.Demikianlah contoh penderitaan seorang ibu rumah tangga yang telah aku alami sendiri, mari kita hargai istri, sayangi dia ringankan bebannya.#9Ditulis oleh: Fitra Yadi, S.PdIdi SarilamakSelasa, 11 Februari 2020 H - 17 Jumadil Akhir 1441 H

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Itulah Istri. Walaupun mempunyai peranan ganda tapi tugas utama tidak akan pernah ditinggalkan. Setelah tugas selesai akan senantiasa kembali ke kodratnya semula yaitu mengurus Suami, anak dan keluarga.

12 Feb
Balas

Itulah Istri. Walaupun mempunyai peranan ganda tapi tugas utama tidak akan pernah ditinggalkan. Setelah tugas selesai akan senantiasa kembali ke kodratnya semula yaitu mengurus Suami, anak dan keluarga.

12 Feb
Balas



search

New Post